Dewa Manusia



Apsu adalah dewa penguasa air sungai. Ia adalah penjaga sungai yang berlika-liku, bercabang-cabang meliputi seluruh alam. Tangannya panjang hingga hampir meliputi seluruh sungai. Mummu adalah dewa rahim kekacauan. Ia menciptakan bencana demi mengembalikan keseimbangan alam. Tubuhnya terbentuk dari ketiadaan bentuk. Tiamat adalah dewa penguasa lautan yang maha luas. Ia menjaga agar lautan tetap asin sehingga makhluk lautan mampu bertahan hidup. Tiamat mampu berubah menjadi raksasa besar seakan meliputi langit dan bumi. Mereka adalah dewa-dewa pertama terbentuk dari zat primodial suci. Substansi abadi. Diciptakan untuk menjaga setiap singgasana mereka.

Waktu kian waktu berlalu. Dewa-dewa lain muncul dari zat primordial suci lainnya. Lahmu sang dewa endapan lumpur, Ansher sang dewa horizon langit, Anu sang dewa langit, dan Ea sang dewa bumi. Namun seiring waktu sifat keserakahan tak luput dari dewa. Ea sang dewa bumi adalah pendatang baru, memiliki kesaktian maha dahsyat. Ia mampu membelah daratan kemudian memindahkan daratan dari ujung horizon langit ke ujung lainnya. 
 
Tak puas begitu saja Ea menantang leluhur dewa yakni Apsu, dewa sungai. Tak butuh waktu lama, Ea telah mengangkangi mayat Apsu. Serangan Apsu mudah saja Ea patahkan. Ea membelah bumi hingga air sungai habis tak bersisa. Ia dengan mudahnya mengusai singgasana Apsu.

Sebagai leluhur dewa, Mummu, dewa kekacauan, tak bisa diam. Kehadiran Ea telah membuat kerusakan yang cukup berarti di Bumi. Ea telah kehilangan sifat kedewaannya. Mummu harus segera bertindak sebelum keserakahan Ea menjadi-jadi. 

Mummu berpindah tempat sekejap mata, melipat lapisan dimensi. Ia telah berhadapan dengan Ea. Sekedip mata, Mummu melancarkan serangan, gelombang kejut yang menggetarkan daratan. Namun Ea sama sekali tak bergeming. Daratan adalah singgasana Ea dan tanah adalah substansi Ea. Serangan daratan mudah saja ia patahkan, takkan mempan melawan Ea.

Mummu tak menyadari akan hal itu. Mummu melancarkan serangan berkali-kali, menggetarkan daratan. Namun serangannya sama sekali tak menggeser posisi Ea apalagi merobohkannya. 

Mummu kehabisan daya. Ea bergerak cepat kemudian memukulnya ketika lengah. Mummu dengan mudahnya jatuh tersungkur ke tanah. Ea mencekik leher Mummu kemudian mengangkat tubuhnya setinggi-tingginya. 

“Yang bertahan adalah yang paling kuat,” seru Ea. “Inilah balasan keegoisanmu.”  

Ea membelah bumi dengan sekali pukul, kemudian menenggelamkannya ke dasar bumi. Ea tertawa puas. Kini daratan telah menjadi milik Ea sepenuhnya. Tak ada yang mampu menandingi kesaktiannya.

***

Kabar di daratan sampai di telinga Tiamat, dewa lautan. Ia geram akibat ulah Ea, menyalahkan gunakan kekuatan dewa. Dewa yang sejatinya membawa keseimbangan malah membuat kekacauan. 

Tiamat mengerahkan segala inti energi lautan. Ia mengirim seluruh energi ke daratan. Terbentuklah gelombang air mahadasyat. Sepertiga daratan pun lahap dimakan air bah.  

Ea merasa tertantang. Singgasananya meliputi seluruh daratan tak cukup mampu menguasai seluruh alam. Tiamat telah bergerak ia pun harus bergerak cepat.  

Ea membelah daratan di seluruh pantai. Jurang dalam nan panjang terbentang luas di sekitar pantai. Air laut terhisap cepat ke dalam belahan daratan. Kian lama air laut makin menyusut. 

Tiamat semakin kesal. Ia tak menyangka Ea akan bertindak gila sejauh ini. Tiamat akhirnya menunjukkan batang hidungnya. Tanpa berhadapan langsung mustahil melawan Ea. Ia membawa bala tentara makhluk-makhluk bawah lautan. 

Sementara itu, Ea tampil seorang diri. Makhluk-makhluk bawah lautan menyerbu ke daratan. Namun mudah saja Ea menaklukan mereka. Telunjuknya menyeletuk sedikit maka daratan telah terbelah membentang luas. Makhluk-makhluk itu pun jatuh ke dasar jurang. 

Tiamat tak bisa menahan diri, ia melancarkan serangan. Ia mengumpulkan energi inti lautan kemudian membuat gelombang besar dan menjulang tinggi. Banjir besar segera meliputi daratan. Daratan menjadi basah, memudahkan Tiamat bergerak cepat ke daratan.  

Tetap saja daratan adalah singgasana Ea. Ia mampu bergerak lebih cepat. Ea membelah bumi. Ia membuat bongkahan sebesar gunung. Ia mengangkatnya bagai seringan debu. Kemudian Ea melemparkan ke arah Tiamat seperti sebuah meteor besar jatuh dari langit. Bongkahan besar itu tepat mengenai Tiamat. Namun sekedip mata Tiamat segera berubah menjadi raksasa, bongkahan besar itu tak berarti baginya. 
 
Sekejap mata tubuhnya telah seakan meliputi langit dan bumi. Satu pukulan dilancarkan Tiamat. Namun tak sempat Ea menghindar. Satu pukulan telah melesat ke daratan. Seketika daratan hancur lebur akibat pukulan Tiamat. 
 
...
Tangan dan kaki Ea telah hancur menahan pukulan. Ea menenggelamkan diri ke bawah tanah, menjauh dari medan pertempuran.

***
 
Beberapa abad kemudian Tiamat telah menguasai bumi. Hampir seluruh bumi tertutupi air laut. Setelah pertarungannya dengan Ea, keserakahan tak bisa luput darinya. Nafsu telah menguasai akal sehat. Ada kenikmatan sendiri yang telah dirasakannya. Tak ada siapapun yang mampu menyainginya.

Di suatu tempat, Ea masih bertahan walau kondisinya tak memungkinkan lagi bertarung. Ea memiliki seorang anak bernama Marduk, sang dewa matahari, spesimen keturunan dewa paling sempurna. Marduk diangkat ke matahari sebagai penjaga matahari. Kemudian ia kembali lagi ke bumi. 
 
Marduk mengadakan majelis agung para dewa. Ia berjanji akan menghabisi Tiamat sebelum mengusai segalanya. Para dewa lain mendukung Marduk. Pasalnya Tiamat telah merusak keseimbangan alam. 
 
***

Marduk menantang Tiamat seorang diri. 
 
“Tiamat keluarlah kau, keserakahanmu cukup sampai disini!” seru Marduk dari angkasa.

“Hahaha,” Tiamat tertawa, disusul gemuruh yang dahsyat, “Apa katamu? jelas-jelas aku yang telah memulihkan alam. Tak ada Ea sang pembuat kerusakan itu lagi.”

Tak ada balasan apapun. Marduk melancarkan semburan api besar. Tiamat membuat benteng air sesempat mungkin. Beruntung api itu tak mengenai Tiamat, namun benteng airnya menguap tak berbekas.

Tiamat geram. Sekejap mata ia merubah menjadi raksasa seakan meliputi langit dan bumi. Tiamat menampar tubuh Marduk secepat kilat. Marduk terlempar hingga tenggelam ke dasar lautan. 
 
Makhluk-makhluk dalam lautan telah mengepung Marduk dari segala penjuru. Marduk berteriak keras. Tubuhnya memanas sepanas api. Air disekelilingnya menguap, makhluk-makhluk dalam lautan satu per satu tumbang terbakar. Marduk melompat kemudian keluar dari permukaan air. Ia berhadapan kembali dengan Tiamat.

“Hahaha,” Tiamat tertawa, “Ternyata kau kuat juga, wahai Marduk putra Ea!”

Marduk tak bergeming. Ia memasang wajah penuh amarah. Tak ada pilihan lain lagi. Marduk memanggil matahari untuk mendekat ke bumi. Marduk harus mengambil segala resikonya. 
 
Suhu permukaan bumi menaik. Air laut perlahan menguap. Begitu juga dengan Tiamat tubuhnya semakin mengecil.

“Apa yang kau lakukan wahai Marduk putra Ea. Perbuatanmu sungguh akan menghancurkan seluruh bumi!” Tiamat panik, ia tak mampu lagi berbuat apa-apa. 
 
Marduk hanya diam.

Suhu udara menjadi sepanas api. Air laut mengering drastis. Air menguap dengan cepat hingga hampir tak bersisa. Tiamat tak berdaya tanpa adanya air. 
 
Marduk segera ambil langkah. Ia secepat kilat membelah tubuh Tiamat menjadi dua. Satu bagian ia jadikan pelindung di langit dan satu bagian lagi ia jadikan pelindung di bumi. 
 
Bumi kembali perlahan seperti semula. Bagian tubuh Marduk menjadi pelindung dari sengatan panas matahari. Uap panas air terkondensasi menjadi hujan, kemudian mengisi air laut kembali.

Marduk menjadi satu-satunya yang paling kuat. Kemudian ia menciptakan peraturan untuk mewujudkan keseimbangan alam. Peraturan berlaku untuk seluruh alam. Ketertiban mesti dicapai. Marduk membangun sebuah kuil sebagai pusat para dewa. Keharmonisan harus ada bagi seluruh alam. 
 
Marduk mengalahkan Kingu yakni teman dungu Tiamat. Menebas tubuhnya kemudian ia mencampur darahnya dengan abu, jadilah manusia pertama di bumi. 
 
Manusia diciptakan dewa sebagai penyeimbang alam yang baru. Manusia dan dewa berbagi penderitaan yang sama. Bedanya dewa lebih kuat dan sakti.
 
Miftahul Arifin
Kelas menulis fiksi Aksara Salman
12-12-15 

Comments

Popular Posts

Sikap Seorang Pemimpin

Ulasan Buku “Master Your Time Master Your Life” : Strategi Jitu Mengatur Waktu

Semangat Kerja Keras