Pembawa Cerita


Angin dari lautan menyeberang ke daratan membawa nikmat yang tak terhitung. Ia mengelus daratan dan menyejukkan setiap yang ada. Terbawa juga pesan dari lautan untuk daratan tentang perputaran kehidupan. Hingga angin dari dataran menuju lautan membawa pesan tentang pergantian kehidupan.
Lihatlah! Daun pertamaku tumbuh. Pertanda bagus untuk kehidupan baruku. Pergantian malam ke siang mengawali cerita baruku. Tentu aku sudah dapat hidup sendiri. Daun pertamaku bagai sebuah mutiara di antara jutaan pasir. Ialah pembawa dan penuntun perubahan.

Angin si pembawa pesan pun berkata,” Jagalah selalu daun pertamamu itu karena ia takkan datang untuk kedua kalinya,” kemudian angin si pembawa pesan itu cepat pergi tanpa sempat aku berbincang kepadanya.

Seiring pergantian malam yang begitu cepat daun mudaku perlahan banyak bermunculan. Tubuhku semakin menjulang dan kuat. Aku sekarang lebih tinggi dari para rerumputan. Pandanganku lebih luas, mampu melihat lebih jauh daratan.

Aku suka berbagi cerita. Setiap pagi aku selalu punya cerita baru untuk semuanya mulai dari rerumputan, batuan, tanah hingga langit. Meskipun aku seringkali dijuluki oleh para rerumputan sebagai tukang pemimpi, penghayal atau apalah itu.

Aku iri pada angin yang setiap saat membawakan cerita untukku. Ia bebas mengarungi seluruh alam. Ia menyeberangi lautan, pelosok negeri, dataran indah, dan langit. Bebas bergerak kemanapun ia pergi. Angin si penjelajah.

Setiap malam ketika semua akan tidur aku selalu berdoa dalam kesunyian. Aku ingin mengarungi alam kemudian berbagi kebahagian dan membawa kabar baik seperti angin. Setiap saat aku berharap keinginanku akan terkabul keesokan harinya.

Tanpa sengaja rerumputan pernah mendengar doaku. Ia berkata,” Percuma saja kamu berharap. Hidupmu sudah ditakdirkan disini sampai matipun kamu juga akan tetap disini. Bahkan bangkaimu pun juga akan disini. Dasar penghayal.”

Aku percaya takdir bisa diubah. Takdirlah yang akan mengikutiku asal aku berani bermimpi,” Tak apa rerumputan. Aku sudah bahagia dengan membayangkannya.”

***

Angin membawa kabar baru. Katanya ada kehidupan baru bernama manusia di Timur sana, “Aku lihat ada sebuah peradaban disana. Mereka bernama manusia. Mereka hebat mampu membuat bangunan yang indah,” kagum si angin.

Aku penasaran dengan cerita si angin,”Apakah manusia itu sepertiku?,” tanyaku.
“Mmm sepertinya tidak, manusia dapat dengan bebas mengarungi daratan namun tidak secepat dan sebebas diriku,” balas angin.

Aku berkata dalam hatiku semoga aku dapat bertemu dengan manusia. Aku ingin mendengar cerita mereka, juga tentang kehebatan mereka.

Kian waktu tubuhku semakin membesar. Tubuhku telah menjulang ke langit. Tubuhku juga semakin kokoh dan bercabang banyak. Hingga aku dapat memandang lebih luas dari ujung daratan ke ujung lain.

Aku memandang sesuatu yang asing bagiku. Sesuatu yang aneh menjulang ke langit mirip dengan gunung. Namun bentuknya lebih teratur dan seimbang. Tiba-tiba aku teringat dengan perkataan angin dahulu bahwa manusia mampu membuat bangunan hebat. Aku berpikir kembali, itukah bangunan yang dimaksud oleh angin si penjelajah. Jikapun begitu mungkinkah keberadaan manusia tak jauh dariku.

***

Suatu saat datang suatu makhluk entah apa. Ia dapat bergerak sendiri mendekat ke arahku. Ia kemudian menyapa,”Halo pohon. Selamat pagi!”.

“Pagi. Siapakah kamu?,” aku penasaran.

“Aku adalah manusia. Namaku adalah Sulaiman.”

Aku benar-benar terkejut, “Benar seperti yang dikatakan angin. Dari bentuk tubuhnya saja engkau sudah terlihat hebat.”

“Izinkanlah aku berteman denganmu,” sahut Sulaiman.

“Sungguh dengan senang hati. Ceritakanlah lebih banyak tentang dirimu dan perdabanmu.”

Matahari kian tenggelam, Sulaiman harus kembali ke tempat asalnya. Manusia benar-benar hebat. Tuhan telah menciptakan makhluk yang sempurna. Aku berandai bila menjadi manusia. Kemudian aku terlelap dalam malam yang panjang.

Setiap pagi Sulaiman menyempatkan datang menemuiku. Ada cerita baru yang ia bagikan begitu juga cerita yang kusampaikan. Sulaiman punya keinginan yang mulia, ia ingin berteman dengan semua makhluk di negerinya.

Ketika hampir semua makhluk telah dikenalnya, Sulaiman menyampaikan impiannya kepadaku. Ia bermimpi dapat mengenal seluruh pelosok negeri hingga menyeberang lautan luas.

“Sulaiman, engkau dapat mewujudkan mimpimu,” sahutku gembira.

“Bagaimana caranya? Andai aku seperti angin aku dengan mudahnya menyeberangi lautan,” balas Sulaiman.

“Engkau bisa menggunakan batang tubuhku untuk menyeberangi lautan. Begitu yang dikatakan angin kepadaku.”

“Bagaimana bisa, temanku?” tanya Sulaiman.

“Angin si penjelajah tahu segalanya. Ia telah mengarungi seluruh peradaban negeri, ” balasku.

“Baiklah, tapi apakah engkau ikhlas?” tanya Sulaiman ragu-ragu.

“Tak apa, umurku kian menua. Setidaknya aku punya manfaat sebelum usiaku habis. Biar angin yang kemudian membimbingmu,” sahutku.

“Terimakasih temanku.”


 Akhirnya impianku terkabul. Aku akan mengarungi dunia. Walaupun ragaku kan terpisah dari jiwaku. Namun aku tetap senang, kan kuarungi dunia lewat atas sana.

oleh Miftahul Arifin 21/05/2016
Kelas Menulis Fiksi Aksara

Comments

Popular Posts

Sikap Seorang Pemimpin

Ulasan Buku “Master Your Time Master Your Life” : Strategi Jitu Mengatur Waktu

Semangat Kerja Keras