Ulasan Buku “Smarter Faster Better – Charles Duhigg” : Delapan Rahasia untuk Mendorong Produktivitas dalam Bekerja


Charles Duhigg ialah seorang reporter investigatif The New York Times. The Power of Habit merupakan karya paling fenomenalnya yang meraih New York Times Bestseller. Dia lulusan Harvard Business School dan Yale College.

Kita sering mendengar ungkapan “Kerja cerdas, bukan hanya kerja keras”. Namun bagaimana sebenarnya melakukan kerja cerdas itu? Untuk itu, buku ini menyajikan bagaimana produktivitas bekerja. Charles Duhigg melalui berbagai penelitian, makalah, reportase serta studi psikologi perilaku berhasil mengungkapkan mengapa sejumlah orang dan perusahaan bisa lebih produktif dibandingkan dengan yang lain.

“Produktivitas”, tentu saja akan berarti berbeda-beda dalam situasi yang berbeda-beda. Seseorang mungkin akan menghabiskan berolahraga satu jam setiap pagi sebelum mengantarkan anak-anaknya ke sekolah dan mengganggap hari itu dia sukses. Atau seorang insinyur akan mengukur produktivitas dari semakin cepatnya proses perakitan. Namun, sebenarnya produktivitas bukanlah perihal bekerja lebih banyak atau bercucuran keringat lebih deras. Produktivitas bukan sekedar hasil dari menghabiskan satu jam kerja di meja atau melakukan pengorbanan yang lebih besar. Akan tetapi produktivitas adalah tentang membuat pilihan-pilihan tertentu dalam cara-cara tertentu. Cara kita memilih untuk memandang diri sendiri dan membingkai keputusan-keputusan sehari-hari, memperhatikan sasaran-sasaran sederhana yang kita abaikan, serta membangun budaya kreatif yang kita mantapkan sebagai seorang pemimpin. Itulah yang membedakan antara sekedar sibuk atau benar-benar produktif.

Melalui investigasi dari berbagai sumber penelitiannya, Charles Duhigg membeberkan delapan gagasan dasar bagaimana produktivitas bekerja.

Gagasan Pertama : Motivasi
Buku-buku pengembangan diri dan kepemimpinan kerap kali menggambarkan bahwa motivasi adalah ciri statis dalam  kepribadian kita atau hasil suatu hitung-hitungan neurologis berupa perbandingan alam bawah sadar dengan upaya dan imbalan. Namun, ilmuan mengatakan motivasi lebih rumit daripada itu. Motivasi bagai sebuah keterampilan, seperti membaca dan menulis, yang bisa dipelajari dan diasah. Para ilmuan sepakat bahwa motivasi dapat menjadi lebih baik bila semakin baik kita berlatih dalam memotivasi diri. Kuncinya adalah menyadari prasyarat motivasi yakni mempercayai kita mempunyai kewenangan atas tindakan dan sekeliling kita. Untuk memotivasi diri, kita harus merasa memegang kendali.

Salah satu cara untuk membuktikan diri bahwa kita memegang kendali adalah dengan membuat keputusan. Setiap keputusan tak peduli sekecil apapun memperkuat persepsi akan kendali dan kepercayaan diri. Bahkan ketika keputusan tidak mendatangkan manfaat apapun, manusia lebih  menginginkan keleluasaan untuk memilih. Oleh karena itu, langkah pertama untuk mendorong motivasi diri sendiri atau kepada orang lain  adalah memiliki kesempatan untuk membuat pilihan yang membuat kita merasa memiliki otonomi dan determinasi sendiri. Guna mengajari diri sendiri untuk memotivasi diri secara lebih mudah, kita perlu belajar memandang pilihan-pilihan kita bukan sekedar ekspresi kendali tapi mencerminkan perwujudan nilai-nilai dan tujuan-tujuan kita.

Dalam situasi-situasi lain, ada orang tidak pernah belajar enaknya mengambil keputusan sendiri, karena mereka bertumbuh besar dalam lingkungan yang tampaknya menawarkan sedikit pilihan. Oleh karena itu, untuk membangun motivasi kepada orang lain atas pilihan-pilihan yang mereka buat, kita harus menghargai insiatif, memberi selamat kepada orang yang memiliki motivasi diri, merayakan ketika seorang balita ingin makan sendiri. Kita harus memuji anak yang menunjukkan sifat keras kepala yang bandel dan ingin menang sendiri, serta menghargai murid yang mencari cara menyelesaikan berbagai hal dengan mencari celah-celah aturan.

Gagasan Kedua : Tim
Para peneliti Project Aristotle meneliti tentang keterkaitan norma-norma dalam tim dengan produktivitas yang dihasilkan. Mereka menemukan bahwa sejumlah tim secara konsisten memungkinkan anggotanya saling menyela. Yang lain memberlakukan bicara bergiliran. Ada tim yang anggotanya ekstrover yang patuh mengikuti norma-norma kalem begitu rapat dimulai. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari data tersebut mengindikasikan sejumlah norma secara konsisten berkorelasi dengan keefektifan tinggi kinerja tim. Misalnya seorang insiyur menyampaikan kepada peneliti bahwa pemimpin timnya terbuka dan berterus-terang, sehingga menciptakan ruang aman bagi timnya untuk mengambil resiko. Ada bukti kuat bahwa norma-norma kelompok berpengaruh pada pengalaman emosional keikutsertaan dalam tim.

Para peneliti akhirnya menyimpulkan bahwa tim yang bagus itu berhasil bukan karena kualitas bawaan anggota-anggota timnya, namun karena bagaimana mereka memperlakukan satu sama lain. Dengan kata lain, tim-tim yang paling sukses memiliki norma-norma yang menyebabkan setiap orang membaur dengan sangat baik.

Namun ketika peneliti membandingkan dengan sejumlah tim yang paling sukses, tidak semua tim memiliki norma yang mirip. Namun, ada dua perilaku yang dimiliki oleh semua tim yang baik. Pertama, semua anggota tim yang baik berbicara dalam persentase yang kira-kira sama, fenomena ini disebut “kesetaraan dalam pembagian giliran berbicara”. Kedua, tim yang baik memiliki kepekaan sosial yang baik yakni bagaimana bisa menempatkan diri dalam benak orang lain dan menyambungkan diri dengan kondisi mental orang lain.

Gagasan Ketiga : Fokus
Otomatisasi kini telah menembus nyaris setiap aspek kehidupan kita. Otomatisasi kognitif memungkinkan kita melakukan beberapa hal sekaligus. Otomatisasi mental membiarkan kita memilih, nyaris tanpa sadar, apa yang harus diperhatikan dan diabaikan. Otomatisasi telah menjadi pabrik lebih aman, kantor lebih efisien, kecelakaan menurun, dan ekonomi lebih stabil. Namun, seiring semakin umumnya otomatisasi, telah meningkatkan pula resiko gagal dalam mencurahkan perhatian. Peneitian menunjukkan bahwa kesalahan sangat mungkin terjadi ketika manusia dipaksa berganti-ganti dari otomatisasi dan fokus, sehingga pada zaman otomatisasi ini mengelola fokus menjadi sangat penting.

Kegagalan fokus dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, penyempitan kognitif yakni kondisi ketika darurat terjadi maka naluri otak memaksanya untuk bersinar seterang mungkin ke arah rangsangan paling jelas, apapun itu yang ada di depan kita, bahkan bila rangsangan itu bukanlah pilihan yang terbaik. Itulah saat penyempitan kognitif terjadi. Kedua, pemikiran reaktif ialah naluri kita terhadap kebiasaan yang telah dibangun sehingga menimbulkan reaksi otomatis.

Oleh karena itu, untuk mengelola fokus seseorang perlu menciptakan model mental yakni melalukan kebiasaan memprediksi tentang apa yang akan terjadi kedepannya. Penyempitan kognitif dan pemikiran reaktif terjadi ketika lampu sorot mental kita berubah dari redup menjadi menyala terang dalam sepersekian detik. Namun, bila kita terus menerus bercerita kepada diri kita sendiri dan menciptakan gambaran mental, lampu itu tidak akan pernah benar-benar meredup, akan tetapi melompat-lompat dalam kepala kita. Sebagai akibatnya, ketika lampu tersebut harus menyala terang di dunia nyata, kita tidak silau karena terangnya.

Peneliti-peneliti telah menemukan hasil-hasil serupa di lusinan penelitian lain. Orang-orang yang tahu bagaimana mengelola perhatian dan terbiasa membangun model-model mental yang kokoh cenderung memperoleh lebih banyak uang dan  nilai yang lebih bagus. Untuk memperbaiki fokus dan dan belajar menghindari perhatian , sejenak visualisasikan serinci mungkin apa yang akan dilakukan. Lebih mudah mengetahui apa yang akan terjadi ketika ada naskah yang bagus di dalam kepala kita.

Gagasan Keempat : Menentukan Tujuan
Pada akhir 1980-an, GE menduduki perusahaan bernilai tinggi kedua di Amerika setelah Exxon. GE membuat segala sesuatu mulai dari bohlam lampu sampai mesin jet. Salah satu alasan GE sedemikian sukses adalah karena GE sedemikian hebat dalam memilih tujuan. Setiap pegawai GE diharuskan menuliskan tujuan mereka selama satu tahun kedepan dengan memenuhi kriteria SMART. Tujuan ini harus spesifik, mudah diukur, akan tercapai, realistis, dan terencana waktunya. Pola pikir SMART menyebar di seluruh budaya GE.

Penelitian menunjukkan bahwa tujuan spesifik yang tinggi mendatangkan tingkat kinerja tugas yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang mudah atau abstrak dan kurang jelas. Tujuan-tujuan SMART dapat membuat orang memiliki visi terowongan, berfokus lebih ke mengembangkan cara yang lebih cepat.

Selain memberikan tujuan-tujuang yang spesifik, bisa tercapai, dan ditentukan waktunya, juga harus mengidentifikasi tujuan renggang yakni sasaran yang sedemikian ambisius. Banyak penelitian akademik telah mengkaji dampak tujuan renggang dan secara konsisten menemukan bahwa memaksa orang berkomitmen ke sasaran-sasaran ambisius dapat memicu lompatan besar dalam hal inovasi dan produktivitas. Alasan kita membutuhkan tujuan renggang dan tujuan SMART adalah kenekatan. Sering kali tak jelas bagaimana harus mengejar tujuan renggang. Oleh karena itu, agar tujuan renggang lebih dari sekedar aspirasi, kita perlu pola pikir berdisiplin yang mengubah sasaran yang jauh menjadi serangkaian sasaran-sasaran jangka pendek yang realistis.

Gagasan Kelima : Mengelola Orang Lain
Produsen mobil Toyota terkenal dengan mobilnya yang berkualitas dengan harga yang sangat rendah di Jepang. Sistem Produksi Toyota terkenal dengan produksi rampingnya yakni mengandalkan pengalihan pembuat keputusan ke tingkat serendah mungkin. Para pekerja di lini perakitan yang paling dulu melihat masalah. Merekalah yang paling dekat dengan kekeliruan dalam proses produksi apapun. Maka, masuk akal bila mereka diberikan otoritas terbesar dalam menemukan solusi. Budayalah yang membuat Toyota berhasil, yakni dengan memberikan otoritas kepada pekerjanya sehingga mampu menghasilkan budaya saling percaya dan komitmen.

Budaya saling percaya dan komitmen bukanlah peluru ajaib. Budaya tersebut tidak menjamin bahwa suatu produk akan terjual atau suatu gagasan akan membuahkan hasil. Namun budaya tersebut adalah pilihan terbaik untuk memastikan adanya kondisi-kondisi yang tepat ketika suatu gagasan besar tiba.

Gagasan Keenam : Membuat Keputusan
Banyak keputusan kita yang paling penting sebenarnya merupakan upaya untuk meramalkan masa depan. Misalnya sewaktu orangtua memasukkan anak-anak ke sekolah, itu merupakan sebuah keputusan bahwa uang yang dihabiskan untuk membiayai sekolah, akan menghasilkan kebahagiaan dan kesempatan di masa depan. Atau sewaktu seseorang memilih untuk menikah walaupun beban akan terasa bertambah, namun akan menghasilkan kebahagiaan dan ketenangan hidupnya di mas depan. Untuk itu, pengambilan keputusan yang baik bergantung ke kemampuan dasar membayangkan apa yang terjadi berikutnya di masa depan.

Masa depan bukan lah benda. Masa depan kerap kali adalah berberbagai kemungkinan yang saling berkontradiksi sehingga salah satunya menjadi nyata. Masa depan-masa depan itu bisa dikombinasikan agar seseorang dapat memprediksi mana yang lebih mungkin terjadi. Ini adalah pemikiran probabilistik yakni kemampuan untuk menampung banyak hasil yang bertentangan dalam pikiran dan mengestimasi kemungkinan relatif masing-masing.

Belajar berpikir probabilistik mengharuskan kita mempertanyakan asumsi-asumsi kita dan hidup dengan ketidakpastian. Agar menjadi lebih bagus dalam memprediksi masa depan, kita perlu mengetahui perbedaan antara apa yang kita harapkan akan terjadi dan apa yang lebih serta kurang terjadi. Kita tidak akan pernah tahu kepastian seratus persen apa yang akan terjadi. Namun, semakin kita memaksa diri membayangkan masa depan yang potensial, semakin kita dapat mempelajari tentang asumsi-asumsi mana yang kuat atau yang goyah. Dan semakin besar kemungkinan, semakin hebat dalam mengambil keputusan.

Gagasan Ketujuh : Inovasi
Ahli sejarah telah mencatat bahwa sebagian besar temuan Thomas Alfa Edison adalah buah impor gagasan dari satu bidang sains ke bidang lain. Edison dan timnya menggunakan pengetahuan mereka mengenai daya elektromagnetik dari industri telegraf untuk mentransfer gagasan-gagasan ke industri-industri penerangan, telepon, fenograf, dan lainnya. Para peneliti sepakat dengan mengkombinasikan pengetahuan dapat menyulut kreativitas.

Kreativitas tidak dapat definisikan dengan rumus. Kreativitas membutuhkan kebaruan, kejutan, dan unsur-unsur yang segar dan baru. Tidak ada daftar cek yang memunculkan inovasi sesuai dengan kebutuhan. Namun, berbeda dengan proses kreatif, kita bisa menciptakan kondisi-kondisi yang membantu kreativitas mekar. Kita tahu bahwa inovasi menjadi semakin mungkin ketika gagasan lama dicampur dengan cara-cara baru. Atau ketika terdapat perantara orang-orang dengan perspektif berbeda dapat membantu memunculkan inovasi. Atau juga terkadang sedikit gangguan dapat menyetrum kita agar tidak berputar-ptar di satu tempat yang sama dan keluar dan zona nyaman.

Proses kreatif memang merupakan proses, sesuatu yang bisa diuraikan dan dijelaskan. Untuk itu, siapa pun bisa menjadi lebih kreatif dan kita semua bisa menjadi perantara inovasi. Kita semua memiliki pengalaman, gangguan, dan ketegangan yang bisa menjadikan diri kita perantara, bila kita mau mencoba memandang gagasan-gagasan lama dengan cara-cara baru.

Gagasan kedelapan : Menyerap Data
Dalam dua dasawarsa terakhir, jumlah informasi yang tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari telah meroket. Ada telepon genggam yang dapat menghitung jumlah langkah kita, peta digital untuk merencanakan perjalanan kita, dan aplikasi untuk mengelola jadwal kita. Kita juga dapat mengukur persis jumlah kalori yang kita santap tiap hari, berapa banyak uang yang kita habiskan untuk berbelanja, dan berapa menit kita berolahraga. Informasi itu bisa menjadi luar biasa bila dimanfaatkan dengan benar. Kita dapat mengatur pola makan yang lebih sehat, sekolah lebih efektif, dan hidup kita lebih tenang. Tapi sayangnya kemampuan kita belajar dari informasi belum selaras dengan penambahan informasi. Secara teoretis, ledakan informasi yang sedang berlangsung seharusnya menjadikan kita mudah mencari jawaban yang tepat. Akan tetapi, pada kenyataannya kita seringkali sulit membuat keputusan karena dikerumuni banyak data.

Pada dasarnya, manusia sangat bagus dalam menyerap informasi, asalkan kita bisa memecah data menjadi kepingan yang kecil. Ketika kita dihadapkan dengan banyak informasi, kita secara otomatis mulai menatanya ke dalam folder, sub-folder, dan sub-sub-folder mental. Kemampuan mencerna informasi dalam jumlah besar dengan memecahnya menjadi kepingan-kepingan kecil adalah cara otak kita mengubah informasi menjadi pengetahuan.

Orang yang paling sukses dalam belajar adalah yang mampu mencerna data di sekeliling mereka, menyerap wawasan yang tertanam dalam pengalaman, dan memanfaatkan informasi yang lewat. Mereka mengambil data dan mengubahnya menjadi percobaan setiap kali mereka. Dengan begitu, informasi yang diterima akan lebih mudah dipahami. Sewaktu kita menemukan informasi baru, paksa diri kita menanganinya, menggunakannya sebagai percobaan atau menjabarkannya kepada seorang teman, maka kita akan mulai membuat folder-folder mental yang merupakan inti pembelajaran.

Comments

Popular Posts

Sikap Seorang Pemimpin

Pengalaman Investasi di P2P Lending Syariah

Ulasan Buku “Master Your Time Master Your Life” : Strategi Jitu Mengatur Waktu